Jumat, 27 Desember 2013

ELASTISITAS PANAS BASAL = KUNCI STAMINA AYAM LAGA


ELASTISITAS PANAS BASAL = KUNCI STAMINA AYAM LAGA
 Ayam laga sudah dikenal masyarakat Nusantara sejak berabad-abad lalu. Setidaknya hingga akhir abad ke-19, ayam laga menjadi simbol status di kalangan para raja, bupati, dan bangsawan. Singkat kata, dunia ayam laga telah menjadi bagian budaya nasional kita. Namun sayang, jika dahulu para raja, bupati, dan bangsawan menjadikan ayam laga sebagai sarana pergaulan dan simbol status sosial, kini motivasi tersebut telah jauh bergeser, yakni menjadi salah satu sarana perjudian belaka. Namun demikian, berdasar pengamatan di lapangan, ternyata tidak semua hobiis ayam laga suka dengan perjudian. Ternyata masih banyak yang tetap setia pada motivasi warisan leluhur, apalagi kalau bukan kebanggaan !
 Seperti halnya atlet, ayam laga diperlakukan sedemikian rupa agar tetap sehat dan kuat. Untuk itu, para peternak atau hobiis memberikan berbagai asupan seperti makanan yang bergizi plus suplemen penambah stamina, tidak lupa diterapkan perlakuan latihan otot, penjemuran, dll.
 Semua pemberian asupan dan perlakuan di atas adalah pemberian dan perlakuan standar yang umum diketahui oleh para peternak atau hobiis. Saya yakin, masih banyak yang belum menyadari pentingnya mengatur tingkat panas basal dan hubungannya dengan ketahanan stamina ayam laga di kalang.
 Seperti telah umum diketahui, pada saat aktivitas olahraga, faktor penambahan suhu badan berbanding lurus dengan penambahan frekuensi detak jantung dan penambahan timbunan asam laktat di dalam otot yang menyebabkan kelelahan. Semakin besar selisih pertambahan panas tubuh, semakin cepat frekuensi detak jantung, dan semakin cepat pula mencapai kelelahan. Dengan demikian, perlu suatu teknik agar pertambahan (margin) panas tubuh tidak mencapai kisaran (range) yang terlalu lebar antara pada saat aktivitas normal dan olahraga (tarung). Dengan kata lain, perlu upaya untuk menaikkan panas basal tubuh ayam (yakni tingkat panas tubuh pada saat aktivitas normal), atau mempertinggi tingkat elastisitas panas basal tubuh tersebut.
 Untuk meningkatkan panas basal tubuh atau meningkatkan elastisitas panas basal, salah satu upaya yang pernah saya lakukan adalah dengan mengatur tingkat suhu lingkungan dengan cara menempatkan ayam pada lingkungan yang panas, misalnya mengganti atap kandang genteng dengan atap seng, atau menempatkan ayam pada lingkungan tandus, namun dengan ketersediaan ransum bergizi dan air minum yang terjamin. Pengaruh perlakuan ini tidak serta merta dapat dilihat hasilnya dalam waktu yang singkat. Pada kasus saya, setidaknya ayam membutuhkan waktu tiga bulan untuk beradaptasi secara fisiologis pada lingkungan ekstrem ini. Keberhasilan perlakuan menaikkan elastisitas panas basal dapat dilihat dari penampilan fisik ayam, yakni kebotakan alami pada bagian paha, dada, hingga leher.
 Pada kasus pengamatan saya, ayam hasil perlakuan penaikkan panas basal belum memerlukan pendinginan/pembasahan/diairi pada pertarungan 2 x 15 menit. Pada 2 x 15 menit itu, nafas ayam sama sekali tidak terengah-engah, pergerakan tetap lincah, tetap segar seperti layaknya sebelum pertarungan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.