Artikel ini ditulis oleh Steven van Breemen, sesuai dgn
pengalamannya beternak merpati pos di Eropa sana. Dituangkan dalam buku
berjudul Mini Course The Art of Breeding.
Meskipun hewan yg digunakan adalah merpati, tapi saya rasa bisa diterapkan pada Ayam.
Mengingat kedua spesies ini banyak memiliki kesamaan.
Berikut ringkasannya :
Steven Van Breemen mengembangkan sebuah metode ternak yang
disebut : "population genetics".
Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misalnya, kalau kita punya 50 ayam di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama (tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh). Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super fight.
Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama (homogen). Misalnya, kalau kita punya 50 ayam di kandang, maka semuanya mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama (tentu tidak 100 % sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh). Dari kesamaan karakter ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang pada akhirnya mampu memunculkan super fight.
Metode ini merupakan pengembangan dari teori Gregory Mendel
yg dimodifikasi. Aplikasinya dengan menggunakan prinsip Cross Breed, Inbreed
dan Line breed secara sistematis dan tercatat dgn detail.
Menurut Mr. Steven, bila kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita akan ongkang2 kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!
Menurut Mr. Steven, bila kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita akan ongkang2 kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!
Teori population genetics hanya cocok diterapkan oleh
breeder yang serius, konsisten dan mempunyai visi jauh ke depan. Jadi harus
diawali dengan suatu angan-angan tentang kualitas ayam yg nantinya ingin kita
hasilkan.
Berikut penerapannya di lapangan :
Tahapan ternak berdasar teori ini :
1. Cross breed I -----> 2. inbreed -----> 3. line breed -----> 4. cross breed II
1. Cross breed I -----> 2. inbreed -----> 3. line breed -----> 4. cross breed II
1. Cross breed I
Sebelum mulai ternak, kita harus berkhayal dulu. Berkhayal tentang seperti apa typical karakter ayam terbaik yang kita idam2kan. Bukan sekedar ikut2an hanya melihat ayam juara yang ada. Ayam juara belum tentu sempurna. Maka khayalan kita harus jauh lebih bagus dari sekedar juara. Agak idealis kelihatannya, tapi inilah cita cita yang harus dicapai, bagaimanapun sulitnya.
Untuk cross breed I, carilah pasangan indukan sesuai dgn
kriteria khayalan kita tsb. Memakai ayam juara lebih dianjurkan. Tapi jangan
asal comot!!!. Ayam juara banyak ragam typikal kerjanya. Misalkan ingin punya
ayam dgn pukul keras, maka carilah ayam juara yg tipikal kerjanya pukul keras.
Kemudian cari juga pasangan betinanya yg keturunan ayam pukul keras.
Hasil dari cross breed 1 ini diharapkan muncul ayam2 dgn karakter pukul keras
secara merata pada anakannya.
Cross breed 1 ini dianggap tahap yg paling penting utk
pondasi tahapan breeding berikutnya. Hasil anakan 75% harus rata karakternya.
Ini untuk menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya (inbreed),
dan menghindari set back yg bisa membuang waktu percuma.
2. Inbreed :
Tujuan inbreed adlh mencetak breeder (parental stock) yg menyatukan sifat2 positif yg dimiliki agar lebih kuat daya turun ke anaknya (dominan).
Hasil inilah yg disebut 'investasi', modal dasar dan aset ternakan kita yg sangat berharga. Anakan hasil inbreed, biasanya tidak memiliki ‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo. Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental stock, bukan untuk dijadikan fighter. Sukur2 kalo ternyata hasilnya bisa jadi petarung. Pada akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki melalui tahapan berikutnya.
Tujuan inbreed adlh mencetak breeder (parental stock) yg menyatukan sifat2 positif yg dimiliki agar lebih kuat daya turun ke anaknya (dominan).
Hasil inilah yg disebut 'investasi', modal dasar dan aset ternakan kita yg sangat berharga. Anakan hasil inbreed, biasanya tidak memiliki ‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo. Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental stock, bukan untuk dijadikan fighter. Sukur2 kalo ternyata hasilnya bisa jadi petarung. Pada akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki melalui tahapan berikutnya.
3. Line breed :
Setelah dapat 'modal' dari inbreed, diperkuat lagi dgn line breed. Bila dipasangkan (misalnya) dgn paman yg punya pukul keras, hasilnya sudah bisa dipastikan : ayam dgn karakter pukul sempurna yg sangat dominan. Mungkin inilah yg dimaksud oleh Steven sebagai 'super breed'. Yaitu ayam yg memiliki daya turun breeding yg kuat thdp anak2nya.
Setelah dapat 'modal' dari inbreed, diperkuat lagi dgn line breed. Bila dipasangkan (misalnya) dgn paman yg punya pukul keras, hasilnya sudah bisa dipastikan : ayam dgn karakter pukul sempurna yg sangat dominan. Mungkin inilah yg dimaksud oleh Steven sebagai 'super breed'. Yaitu ayam yg memiliki daya turun breeding yg kuat thdp anak2nya.
4. Cross breed 2 :
Super breed ini boleh dicoba utk disilang dgn ayam dari trah lain (cross breed ke 2). Tujuannya utk menambah daya vitalitas dan menyempurnakan karakter. Kalau di cross dgn ayam lain yg pukul keras, hasilnya pasti ayam dgn pukulan sempurna. Kalau di cross dgn ayam yg sifatnya agak berbeda, -teknik bagus misalnya- maka pukul kerasnya tidak akan hilang. Justru kita berharap ayam dgn tipikal pukul keras dan teknik bagus. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai ‘Super fighter’.
Super breed ini boleh dicoba utk disilang dgn ayam dari trah lain (cross breed ke 2). Tujuannya utk menambah daya vitalitas dan menyempurnakan karakter. Kalau di cross dgn ayam lain yg pukul keras, hasilnya pasti ayam dgn pukulan sempurna. Kalau di cross dgn ayam yg sifatnya agak berbeda, -teknik bagus misalnya- maka pukul kerasnya tidak akan hilang. Justru kita berharap ayam dgn tipikal pukul keras dan teknik bagus. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai ‘Super fighter’.
Beberapa prinsip yg harus dipahami :
1. Tujuan utama teori population genetics adalah untuk
melestarikan karakter/sifat-sifat unggul dari indukan (untuk mudahnya kita pake
saja istilah "geno-type") , bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type).
Dgn kata lain, tujuan teori ini adlh menciptakan ‘super ‘breeder’.
2. Inbreeding pada prinsipnya adalah upaya menggabungkan
sifat-sifat/ karakter 2 individu yang berbeda, baik karakter yang positif
maupun negatif. (Ingat, tidak ada ayam yg sempurna). Oleh karenanya rumus
inbreeding adalah "the best vs the best". Mr. Breemen memakai istilah
super breeder vs super breeder.
Yang kedua, super breeder harus mempunyai
karakteristik yg dapat mendukung "khayalan" kualitas ayam yg ingin
dihasilkan dari ternak kita. Misalnya kalau kita menghayalkan bahwa hasil
ternakan kita harus teknik bagus, maka cari indukan yg teknik bagus. Kalau
sekarang belum memiliki atau belum mampu memiliki indukan yg "ideal",
menurut saya tidak perlu khawatir karena kualitas indukan dapat diperbaiki
melalui cross-breeding.
Mungkin ada yg bertanya, kalau kita sudah punya "super breeder" kenapa tidak itu saja diternak dan nggak perlu repot-repot pake teori population genetics??
jawab : Kalau tujuan kita ternak hanya jangka pendek memang teori population genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breeder yg kita punya suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yg gagal mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak ayam2 juara yg terputus generasinya.
Mungkin ada yg bertanya, kalau kita sudah punya "super breeder" kenapa tidak itu saja diternak dan nggak perlu repot-repot pake teori population genetics??
jawab : Kalau tujuan kita ternak hanya jangka pendek memang teori population genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breeder yg kita punya suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yg gagal mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak ayam2 juara yg terputus generasinya.
3. Cross-breeding yg pertama adalah pada saat awal memulai
ternak dimana indukan berasal dari dua darah (strain) yg berbeda sedangkan
cross-breeding yg kedua dilakukan dengan dua tujuan, yaitu apabila kita ingin
memproduksi petarung dan untuk memperbaiki kualitas darah yg sudah ada
(menambahkan elemen baru atau "additive characteristics" yg sudah
ada).
4. Aplikasi teori population genetics menuntut adanya sistem
seleksi yg ekstra ketat. Beberapa waktu yg lalu ada pendapat yg mengatakan
untuk bisa memakai sistem inbreeding, maka kita harus menjadi ahli
"membunuh". Istilah ini sebenarnya hanya untuk memberikan tekanan
bahwa anakan yg akan melanjutkan generasi indukan harus diseleksi secara ketat.
Pilihlah anak betina yg mirip bapaknya dan anak jantan yg mirip ibunya. Yang
perlu dipahami, pengertian "mirip" disini bukan mirip secara fisik,
tapi yg lebih penting adalah karakternya (tetapi kalau secara fisik juga mirip
ya tidak apa-apa).
Di sini lagi-lagi diperlukan "feeling" dan
keahlian dalam melakukan seleksi. Agar kita bisa melakukan seleksi, misalnya
untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita tetaskan 3 X, lalu dari situ
dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yg akan melanjutkan karakter
moyangnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yg akan diseleksi, akan semakin
bagus.
5. Hasil inbreeding selalu ditandai dengan ciri-ciri
kehilangan vitalitas (ayam hasil inbreeding menunjukkan gejala penurunan
vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan bahwa semakin besar hilangnya
vitalitas pada ayam hasil in-breeding berarti effek dari inbreeding itu lebih
bagus ( confused confused ).
Ayam hasil inbreeding tidak cocok untuk tarung, tapi hanya cocok untuk menjadi indukan (orang eropa biasanya beli burung bukan untuk dimainkan tapi untuk breeding). Turunanya nanti yang dimainkan.
Vitalitas yang hilang itu akan didapatkan kembali apabila hasil inbreeding di-cross dengan ayam lain. Inbreeding dimaksudkan untuk membangun sifat-sifat yang akan selalu diturunkan kepada turunannya (offspring), sedangkan cross-breeding untuk menambah sifat-sifat/ karakter yang sudah ada seperti menambah vitalitas, karakter dan kekuatan.
Ayam hasil inbreeding tidak cocok untuk tarung, tapi hanya cocok untuk menjadi indukan (orang eropa biasanya beli burung bukan untuk dimainkan tapi untuk breeding). Turunanya nanti yang dimainkan.
Vitalitas yang hilang itu akan didapatkan kembali apabila hasil inbreeding di-cross dengan ayam lain. Inbreeding dimaksudkan untuk membangun sifat-sifat yang akan selalu diturunkan kepada turunannya (offspring), sedangkan cross-breeding untuk menambah sifat-sifat/ karakter yang sudah ada seperti menambah vitalitas, karakter dan kekuatan.
Dengan in-breeding kita bisa memperbaiki kualitas yang jelek. In-breeding adalah pengurangan variasi atau keragaman. Semakin banyak/sering suatu darah tertentu (strain) dilakukan in-breed maka turunannya akan mirip satu sama lain.
Menjodohkan bapak dan anaknya yg cewek atau ibu dengan anaknya yg cowok lebih efektif hasilnya dari pada menjodohkan kakak dengan adiknya (meskipun sama-sama in-breeding tapi sepertinya dampaknya berbeda).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.